SEJARAH HPI
a. Pada awalnya ada aturan tidak tertulis berdasarkan kebiasaan yang mengatur tentang sengketa bersenjata.
b. Perjanjian Bilateral (Kartel) dengan rincian aturan yang berbeda-beda mulai diberlakukan
c. Tahun 1864 Konferensi Diplomatik, yang dihadiri 16 Negara
Definisi :
Hukum Perikemanusiaan Internasional membentuk sebagian besar dari Hukum Internasional Publik dan terdiri dari peraturan yang melindungi orang yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam persengketaan dan membatasi alat dan cara berperang di masa sengketa bersenjata.
HPI mengatur hal-hal sebagai berikut :
a. Perlindungan terhadap anggota angkatan perang yang luka, sakit baik dari pihak musuh maupun tentara dari pihak sendiri.
b. Perlindungan terhadap penduduk sipilkhususnya yang diduduki oleh pihak musuh.
c. Mengatur cara memulai perang dngan sah.
Tujuan HPI :
Apabila terpaksa terjadi perang maka HPI mengatur agar perang dan akibat yang ditimbulkan lebih manusiawi. Maksudnya bahwa dalam perang ada batasan tertentu, seperti :
a. Sasaran perang hanya obyek militer
b. Obyek sipil,pemukiman penduduk dan sebagainya tidak boleh diserang
c. Tidak boleh / dilarang untuk menggunakan alat maupun senjata perang tertentu, seperti senjata nuklir,biologi dan kimia.
Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949
Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 terdiri dari empat konvensi yang sebelumnya telah mengalami beberapa kali penyempurnaan.
Keempat Konvensi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Konvensi I : Perlindungan terhadap angkatan perang di darat yang terluka dan sakit, para dokter, perawat serta petugas di bidang agama.
b. Konvensi II : Perlindungan kepada para korban,orang sakit, petugas kesehatan dan petugas agama dari angkatan laut serta kapal perang yang kandas.
c. Konvensi III : Perlindungan terhadap tawanan perang
d. Konvensi IV : Perlindungan terhadap orang-orng sipil di masa perang ataupun pendudukan.
Dalam keempat konvensi tersebut telah dicantumkan mengenai pertolongan, namun dalam pengembangannya dilengkapi dengan ketentuan tambahan yang isinya lebih luas daripada Konvensi Jenewa 1949, yang disebut dengan protokol tambahan yang disahkan dalam suatu Konferensi Diplomat tanggal 8 Juni 1977, yaitu :
Protokol I : Pertolongan diterapkan pada pertikaian bersenjata Internasional ( diikuti 157 negara )
Protokol II : Pertolongan yang diterapkan pada pertikaian bersenjata non internasional ( diikuti 150 negara )
Protokol III : (2005) pengesahan dan pengakuan Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan.
Aturan Dasar HPI :
ICRC telah memformulasikan tujuh aturan yang mencakup inti dari Hukum Perikmanusiaan Internasional. Aturan-aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum seperti sebuah perangkat hukum internasional dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan perjanjian-perjanjian yang berlaku.
1. Orang yang tidak atau tidak dapat lagi mengambil bagian dalam pertikaian patut memproleh penghormatan atas hidupnya, atas keutuhan harga diri dan fisiknya. Dalam setiap kondisi mreka harus dilindungi dan diperlakukan secara manusiawi, tanpa pembedaan berdasarkan apapun.
2. Dilarang untuk membunuh atau melukai lawan yang menyerah atau yang tidak dapat lagi ikut serta dalam pertempuran.
3. Mereka yang terluka dan yang sakit harus dikumpulkan dan dirawat oleh pihak bertikai yang menguasai mereka. Personilmedis, sarana medis, transportasi medis dan peralatan medis harus ilindungi. Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah di atas dasar putih adalah tanda perlindungan atas personil dan obyek trtentu dan harus dihormati.
4. Kombatan dan penduduk sipil yang brada dibawah penguasaan pihak lawan berhak memperoleh penghormatan atas hidup, harga diri,hak prribadi, keyakinan politik, agama dan keyakinan lainnya. Mereka harus dilindungi dari segala bentuk kekrasan ataupun balas dendam. Mereka berhak berkomunikasi dengan keluarganya serta berhak menerima bantuan.
5. Setiap orang berak atas jaminan peradilan dan tak seorangpun dapat dituntut untuk bertanggungjawab atas suatu tindakan yang dilakukannya. Tidak seorangpun dapat dijadikan sasaran penyiksaan fisik maupun mental atau hukuman badan yang kejam yang merendahkan martabat ataupun perlakuan lainnya.
6. Tidak satu pun pihak bertikai maupun anggota angkatan bersenjatanya mempunyai hak tak terbatas untukmemilih cara dan alat berperang. Dilarang untuk menggunakan alat dan cara berperang yang berpotensi mengakibatkan penderitaan dan kerugian yang tak prlu.
7. Pihak bertikai harus selalu membedakan antara penduduk sipil dan kombatan dalam rangka melindungi penduduk sipil dan hak milik mereka. Penduduk sipil baik secara keseluruhan maupun perseorangan tidak boleh diserang. Penyerangan hanya boleh dilakukan semata-mata kepada obyek militer.
No comments:
Post a Comment